****Pembangunan Ekonomi
A. Pengertian Pembangunan Ekonomi
Pada umumnya
setiap orang tentu menginginkan keadaan yang lebih baik dari keadaannya
sekarang, untuk semua aspek kehidupannya. Meskipun demikian pengertian kehidupan
yang lebih baik ini mungkin sekali akan berbeda-beda pada setiap orang.
Perbedaan ini merupakan refleksi dari perbedaan dalam kebutuhannya
masing-masing. Sebagai contoh, orang yang telah memiliki rumah tinggal yang
memadai dan tingkat konsumsi yang cukup, mungkin ingin memperbaiki kehidupannya
dengan memiliki alat transportasi yang baik dan nyaman untuk keluarganya.
Sebaliknya bagi keluarga yang masih belum mampu memenuhi kebutuhan pangan
mereka sehari-hari, perbaikan yang dinginkan adalah berupa kecukupan pangan
bagi mereka sekeluarga. Setiap orang dengan caranya masing-masing tentu ingin
mendayagunakan segala sumberdaya, aset, dan kemampuannya untuk mendapatkan
kehidupan yang lebih baik. Limpahan sumberdaya yang diterima (resource
endowment), jumlah aset yang dikuasai, dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap
orang dan setiap golongan masyarakat tidaklah sama. Ini akan berimplikasi pada
kemampuan orang atau golongan masyarakat tersebut untuk mencapai tujuan mereka
dalam rangka memperbaiki aspek-aspek kehidupannya. Sesungguhnya usaha untuk
menerapkan kemampuan dalam pengelolaan sumberdaya dan aset yang dimiliki untuk
mencapai keadaan yang lebih baik adalah merupakan aktifitas pembangunan.
Kemampuan mengelola, ketersediaan sumberdaya, dan jumlah aset yang dimiliki
dengan demikian merupakan tiga faktor utama yang menentukan keberhasilan
pelaksanaan pembangunan.
Semakin tinggi kemampuan mengelola akan membuat
semakin banyak alternatif-alternatif yang dapat dikembangkan untuk melaksanakan
pembangunan. Demikian juga dalam hal sumberdaya, semakin banyak sumberdaya yang
dikuasai dan semakin besar tingkat penguasaan terhadap sumberdaya tersebut,
akan semakin besar pula peluang pembangunan yang dilaksanakan akan berhasil
dengan lebih baik. Dalam hal jumlah aset, kecenderungannya adalah bahwa semakin
banyak aset yang dikuasai (misalnya dukungan infrastruktur, sarana, dan
prasarana) akan semakin mudah mewujudkan rencana dalam pelaksanaan pembangunan.
Pengertian kemampuan di atas mencakup kemampuan dalam hal penguasaan ilmu
pengetahuan, keterampilan, dan teknologi. Untuk setiap aktifitas pembangunan
mulai dari yang paling sederhana, misalnya aktifitas nelayan kecil mengail
ikan, sampai aktifitas pembangunan yang kompleks misalnya usaha negara-negara
anggota Uni Eropa untuk membangun suatu sistem perekonomian yang akan
memperkuat posisi mereka dalam relasi perdagangan international, semuanya
membutuhkan kemampuan dalam tiga aspek tersebut di atas. Untuk mengail ikan
nelayan memerlukan pengetahuan sederhana tentang perlengkapan pancing, jenis
umpan yang dapat digunakan, dan lokasi yang kemungkinan banyak ikannya.
Nelayan ini juga memerlukan keterampilan untuk
mengangkat pancing, sehingga ikan yang telah mematuk umpan tidak sampai terlepas.
Nelayan ini juga menerapkan teknologi sederhana bagaimana matakail dibuat dan
digunakan agar dapat membantu meningkatkan produktifitasnya dalam mengail.
Demikian juga halnya dengan kolaborasi negara-negara anggota Uni Eropa. Mereka
memerlukan ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi dan perdagangan international,
sehingga dapat memformulasikan sistem transaksi yang dapat diandalkan
(reliable). Mereka memerlukan keterampilan negosiasi untuk mewujudkan maksud
mereka, tidak saja agar diterima oleh negara-negara anggota, melainkan juga
untuk sosialisasi rencana dan program mereka agar tidak mendapatkan tantangan
dari negara-negara lain di dunia. Mereka juga memerlukan teknologi pendukung
untuk mewujudkan maksud mereka, misalnya berupa teknologi monitoring dan
komunikasi yang sangat penting bagi keberlangsungan proyek mereka. Sumberdaya
untuk pembangunan umumnya dibedakan atas:
·
sumberdaya alam (natural resources),
·
sumberdaya manusia (human resources),
·
sumberdaya modal (capital),
dan sumberdaya berupa teknologi. Modal dan teknologi
sering juga digolongkan sebagai sumberdaya buatan (man made resources).
Sumberdaya alam meliputi misalnya lahan, bahan tambang (minyak, batu bara),
hutan dan sebagainya. Dalam aktifitas pembangunan beberapa ahli percaya bahwa
berbagai jenis sumberdaya tersebut berbeda-beda kedudukannya, sesuai dengan
kontribusinya masing-masing terhadap aktivitas pembangunan. Keterbatasan
pemilikan lahan bukan faktor yang sifatnya kritis yang menyebabkan kemiskinan.
Faktor kritis (critical factor) penyebab kemiskinan adalah rendahnya kualitas
sumberdaya manusia. Peningkatan kualitas populasi dan investasi pendidikan
sangat penting untuk upaya-upaya pembangunan dan pengentasan kemiskinan di
suatu wilayah. Dalam faktor-faktor penentu keberhasilan pembangunan, sumberdaya
manusia bersama-sama teknologi dipisahkan dari kelompok sumberdaya, dan
digolongkan dalam kelompok lain yang lebih kritikal dari sumberdaya dan aset,
yaitu kemampuan mengelola. Kualitas sumberdaya manusia yang baik bila dipadukan
dengan kemampuan dan penguasaan teknologi yang maju akan memberikan peluang
yang lebih besar bagi seseorang atau sekelompok masyarakat untuk menemukan
alternatif pendayagunaan sumberdaya dan aset yang dimilikinya secara lebih
efisien sehingga hasil yang dicapai menjadi lebih optimal. Jumlah aset yang
dimiliki sebelumnya (initial assets) merupakan faktor yang menentukan
keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Dengan pemilikan aset yang lebih baik,
individu atau kelompok masyarakat tertentu akan memiliki peluang yang lebih
baik dan kemudahan yang lebih banyak dalam pelaksanaan pembangunan. Selanjutnya
hasil pembangunan dapat berkontribusi pada pembentukan aset yang lebih baik.
Kenyataan inilah yang melatarbelakangi munculnya problema lingkaran setan
kemiskinan (vicious circle of poverty). Orang-orang miskin umumnya tidak
memiliki aset yang baik dan kemampuan mereka sangat terbatas. Meskipun
sumberdaya di sekitar mereka kadangkala melimpah, tapi penguasaan mereka
terhadap sumberdaya tersebut sangat terbatas. Konsekuensinya, dalam upaya dan
aktifitas pembangunan yang mereka laksanakan mereka menjadi jauh tertinggal,
dibandingkan kelompok masyarakat lain yang mempunyai kemampuan, aset dan
pengusaan sumberdaya yang lebih baik. Kondisi ini terus berlanjut berjalan ke
arah pelebaran gap kaya miskin, karena yang kaya akan semakin kaya karena hasil
pembangunan mereka lebih baik, sementara yang miskin akan semakin tertinggal
karena pembangunan yang dijalankannya berjalan jauh lebih lambat. Aktifitas
pembangunan ini dapat dilakukan oleh seorang individu, sekelompok masyarakat,
sebuah komunitas masyarakat dalam suatu wilayah propinsi, negara atau bahkan
juga komunitas international. Dalam pembangunan yang dilaksanakan oleh
sekelompok masyarakat atau kumpulan komunitas yang lebih luas, secara umum
cenderung mempunyai kekuatan yang lebih besar dan karenanya juga memiliki
implikasi yang lebih luas. Hal ini karena dalam aktifitas pembangunan mereka
kemampuan, aset dan sumberdaya dipadukan. Meskipun demikian sinkronisasi
diperlukan dalam aktifitas ini sehingga perbedaan yang ada di antara
individu-individu anggota kelompok tersebut tidak membesar dan berkembang
menjadi konflik yang tidak menguntungkan bagi aktifitas pembangunan.
Dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa setiap individu ingin perbaikan dalam
kehidupannya, dan bahwa keinginan individu-individu tersebut berbeda-beda
tergantung kebutuhannya masing-masing, maka tujuan pembangunan juga
berbeda-beda. Aktifitas pembangunan yang melibatkan lebih dari satu individu memerlukan
suatu perekat untuk mengkoordinasikan segenap aktifitas secara sinergis.
Perekat tersebut lazimnya berupa tujuan yang sama. Bila tujuan yang sama dapat
diangkat menjadi tujuan bersama, maka kemudian akan mudahlah melakukan
koordinasi untuk memadukan segenap sumberdaya, aset dan kemampuan yang dimiliki
dalam kelompok tersebut untuk mencapai hasil pembangunan yang optimal.
B. Tantangan Pembangunan
Menyikapi era
perdagangan bebas ASEAN (AFTA) 2003, dimana terjadi persaingan pasar yang
tinggi antara negara-negara ASEAN, perlu kebijakan pemerintah Indonesia dalam
menjawab tantangan pembangunan di berbagai sektor, sehingga produk barang dan
jasa yang dihasilkan mampu bersaing dengan produk negara lain. Salah satunya
adalah pembangunan di sektor pertanian. Kebijakan pembangunan tersebut adalah
untuk menghasilkan produk pertanian dan perkebunan seperti industri agribisnis
yang menghasilkan produk pertanian handal dan berkualitas ekspor. Untuk itu
diperlukan pemberdayaan petani sebagai persiapan sumber daya petani profesional
yang siap bersaing dalam menghasilkan produk pertanian. Tantangan utama
pembangunan ekonomi nasional adalah bagaimana memberdayakan masyarakat dan
seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan
koperasi, dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan. Sistem ini
mensyaratkan adanya partisipasi yang luas dari seluruh masyarakat, baik dalam
proses pembangunan ekonomi itu sendiri, maupun dalam menikmati hasil-hasilnya.
Tantangan pembangunan pertanian dalam menghadapi era agribisnis adalah
kenyataan bahwa pertanian Indonesia didominasi oleh skala kecil yang
dilaksanakan oleh berjuta-juta petani. Sebagian besar tingkat pendidikannya
sangat rendah. Sebanyak 87% dari 35 juta tenaga kerja pertanian berpendidikan SD
ke bawah, berlahan sempit, bermodal kecil dan memiliki produktifitas yang
rendah. Kondisi ini memberikan dampak yang kurang menguntungkan terhadap
persaingan di pasar global, karena petani dengan skala usaha kecil itu pada
umumnya belum mampu menerapkan teknologi maju yang spesifik lokasi. Hal ini
selanjutnya berakibat kepada rendahnya efisiensi usaha dan jumlah serta mutu
produk yang dihasilkan. Secara garis besar kewenangan pemerintah pusat dalam
bidang pembangunan pertanian terbatas pada aspek pengaturan, penetapan standar,
pedoman dan norma. Dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah pada
pasal 7, ayat 2 disebutkan bahwa kewenangan pemerintah pusat meliputi kebijakan
tentang perencanaan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi
negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya
manusia, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tinggi yang strategis,
konservasi dan standarisasi nasional. Dampak globalisasi yang utama adalah
berlakunya liberalisasi perdagangan, perkembangan IPTEK yang amat cepat dalam
kemajuan di bidang komunikasi yang menyebabkan makin mudah keluar masuknya
informasi antar negara. Hal ini juga berpengaruh pada kebijakan pembangunan
pertanian. Telah diketahui umum bahwa walaupun sudah ada usaha-usaha nyata dari
pihak bangsa-bangsa sedang berkembang sendiri maupun dari pihak negara donor,
dan walaupun terjadi tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi di negara sedang
berkembang, kemiskinan penduduk terus meningkat secara mutlak. Situasi ini
ditandai dengan keadaan gizi yang sangat tidak stabil dan terus menerus
kekurangan dalam mencukupi kebutuhan penduduk yang terus meningkat. Selain itu
juga ditandai oleh adanya pengangguran dan kekurangan pekerjaan yang menimpa
para pencari kerja yang jumlahnya terus bertambah dan juga akibat terjadinya
marginalisasi sosial-ekonomi masyarakat desa serta kota. Jumlah penduduk yang
harus puas dengan penghasilan yang pas-pasan, bahkan di bawah minimun,
sebenarnya terus bertambah. Namun ini baru merupakan salah satu dari
permasalahan sebenarnya. Disisi lain, polaritasi yang menonjol antara “yang
miskin” dan “yang kaya” telah terjadi pada beberapa tingkatan kehidupan.
Misalnya antara bangsa maju dengan bangsa sedang berkembang, antara wilayah
yang lebih maju dengan wilayah terkebelakang dalam suatu negara, dan akhirnya
antara beberapa strata sosial dan seterusnya ke bawah sampai ke tingkat desa.
Kebanyakan negara dapat menyelesaikan hal-hal yang potensial dalam melaksanakan
program pembangunan pedesan ini. Masalahnya adalah apakah mereka akan dapat
mengarahkan seluruh kekuatan potensial ini dengan cepat tanpa menimbulkan
terlampau banyak akibat sosial dan politik. Dimana-mana telah tumbuh perasaan
rakyat akan keadilan, persamaan sosial dan batas kemiskinan yang masih dapat
diterima. Pembangunan ekonomi memerlukan stabilitas politik pada keadaan
tertentu. Akan tetapi banyak negara menghadapi bahaya kegelisahan politik yang
cukup besar sebagai akibat dari ketidakpuasan rakyat. Dimana masa lalu
kegelisahan semacam ini sering menjadi masalah penduduk kota. Kini hal tersebut
bisa juga terjadi di daerah pedesaan, tempat kesadaran politik semakin tumbuh.
Penduduk pedesaan tidak lagi mau diam menerima penyelewengan-penyelewengan
bantuan pembangunan dibandingkan dengan sektor industri perkotaan. Ternyata
kebanyakan negara sektor pedesaan tidak cukup dipersiapkan untuk melaksanakan
tugas berat ini. Memang sekarang ini masalah pertanian lebih mendapat
perhatian, tetapi kekurangan sumber daya manusia dan modal, kondisi struktur
sosial dan peraturan tanah serta kelemahan administrasi, telah menghambat
berlangsungnya terobosan pembangunan secara besar-besaran. Konsep-konsep
pembangunan pedesaan mulai dari paket-paket pembangunan masyarakat dan
pendekatan pembangunan pedesaan terpadu sampai dengan konsepsi kebutuhan dasar
di masa lalu ternyata bukan merupakan alat yang secara umum efektif dan layak.
Program pembangunan nasional diorientasikan pada masalah penanggulangan
kemiskinan, tenaga kerja di pedesaan, ketahan pangan, pemberdayaan pengusaha
kecil menegah dan koperasi. Pembangunan di bidang pertanian diarahkan pada
peningkatan produktivitas pangan yang meliputi padi, palawija dan hortikultura
yang dilakukan melalui intensifikasi, diversifikasi, rehabilitasi dan ekstensifikasi.
Pada dasarnya pembangunan pertanian adalah merupakan bagian dari pembangunan
ekonomi, yaitu suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan petani. Pembangunan sektor pertanian menjadi sangat strategis
mengingat sumber daya manusia yang berada di sektor ini cukup banyak. Dengan
kata lain, pembangunan-pembangunan di sektor ini mempunyai dampak yang luas
terhadap pengentasan kemiskinan, perbaikan kualitas sumber daya manusia,
pemerataan pembangunan dan keadilan sosial. Sektor pertanian dalam tatanan
pembangunan nasional memegang peranan penting karena selain menyediakan pangan
bagi seluruh penduduk, juga merupakan sektor andalan penyumbang devisa negara
di sektor non migas. Besarnya kesempatan kerja yang dapat diserap dan besarnya
jumlah penduduk yang masih tergantung pada sektor ini memberikan arti bahwa di
masa mendatang sektor ini masih perlu ditumbuhkembangkan.
C. Ukuran Keberhasilan Pelaksanaan
Pembangunan
Ukuran
keberhasilan pembangunan idealnya harus ditentukan berdasarkan dimensi
pembangunan, yakni tergantung kepada fokus dan orientasi pembangunan yang
dilaksanakan dan dimensi mana yang lebih menjadi perhatian bersama bagi:
(1) Pengambil keputusan (Decision maker)
(2) Perencana (planner) sebagai perencana dan
perancang (berbagai aktifitas pembangunan, tujuan dan targetnya serta
pelaksanaannya),
(3) Pelaksana pembangunan itu sendiri sebagai pihak
yang menjalankan atau sering disebut juga sebagai agen pembangunan,
(4) Masyarakat yang menjadi sasaran pembangunan.
Dimensi yang menjadi perhatian ini kemudian diberikan
indikator. Indikator-indikator dari berbagai dimensi pembangunan inilah yang
kemudian dijadikan tolok ukur atau ukuran keberhasilan pelaksanaan pembangunan.
Secara teori semua kelompok dimensi pembangunan yang telah dikemukakan terlebih
dahulu, dapat dicarikan indikator-indikatornya dan kemudian dipergunakan
sebagai ukuran keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Meskipun demikian, dalam
kenyataannya berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pembangunan di
berbagai tingkatan menerapkan ukuran dan indikator yang berbeda-beda untuk
menunjukkan tingkat keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Pengukuran
keberhasilan pembangunan harus melewati dua tahap, yaitu:
(1) Tahapan identifikasi target pembangunan, dan
(2) Tahapan aggregasi karakteristik pembangunan.
Tahapan identifikasi target pembangunan diperlukan
agar dapat menentukan secara jelas siapa yang akan menikmati hasil pelaksanaan
pembangunan dan bagaimana upaya-upaya yang dapat dilakukan agar hasil pembangunan
tersebut benar-benar dinikmati oleh mereka yang berhak. Sedangkan tahapan
aggreasi karakteristik pembangunan diperlukan untuk menjaga agar ketika skala
kegiatan pembangunan diperluas, target yang dituju tetap memenuhi karakteristik
dan kriteria yang telah ditetapkan pada tahap identifikasi. Ravalion and Datt
(1996) menyarankan agar dapat diperoleh ukuran keberhasilan pembangunan yang
lebih peka, maka faktor-faktor berikut perlu diperhitungkan, yaitu:
(1) pengeluaran real setiap orang dewasa,
(2) akses kepada barang yang tidak dipasarkan,
(3) distribusi intra rumah tangga dan
(4) karakteristik personal.
Pengeluaran real merupakan indikasi yang lebih akurat
dari kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Pengeluaran real lebih
mendekati kepada pengertian disposable income, yaitu pendapatan bersih setelah
diperhitungkan berbagai pajak dan penyusutan-penyusutan. Akses kepada barang
yang tidak dipasarkan perlu untuk merepresentasikan seberapa jauh fasilitas
pelayanan publik dapat menjangkau masyarakat, baik fasilitas publik tersebut
berupa infrastruktur, sarana maupun prasarana untuk berbagai jenis kegiatan dan
aktifitas pembangunan masyarakat. Kalau kita memperhatikan kelaziman
pemakaiannya, maka ukuran pembangunan yang didasarkan pada dimensi ekonomi
merupakan jenis yang paling luas dipergunakan di berbagai bagian dunia. Ukuran
ini terutama dalam bentuk pendapatan dengan berbagai variasi dan turunannya,
seperti produk domestik bruto (PDB), pendapatan nasional, pendapatan wilayah,
pendapatan perkapita, pendapatan rumah tangga, distribusi pendapatan, tingkat
investasi, tingkat dan nilai ekspor maupun impor dan seterusnya. Variasi yang
lain dari ukuran pembangunan tipe ini adalah dengan pendekatan pengentasan
kemiskinan, yakni bahwa keberhasilan pembangunan diukur dengan seberapa jauh
upaya-upaya pembangunan dapat mengentaskan kemiskinan. Secara garis besar
problema kemiskinan dapat dibedakan atas dua jenis, yakni kemiskinan absolut
dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut biasanya dinyatakan dengan tingkatan
tertentu yang harus dipenuhi atau diperlukan untuk dapat menjalankan hidup
secara layak. Tingkatan ini lazim dikenal dengan garis kemiskinan. Ukuran yang
dipakai sebagai garis kemiskinan ini berbeda-beda, tergantung sudut pandang dan
fokus penelaahan yang bersangkutan. Sedangkan kemiskinan relatif adalah keadaan
kekurangan yang dikenali setelah melakukan perbandingan dengan mendasarkan pada
suatu dimensi yang sama, misalnya dimensi daerah, dimensi sektor, dimensi
negara dst. Kemiskinan absolut berhubungan dengan besarnya pendapatan yang
diperoleh, sedangkan kemiskinan relatif berhubungan dengan distribusinya. Di
Indonesia, beberapa jenis ukuran keberhasilan pembangunan yang banyak digunakan
adalah:
(1) Berdasarkan pendapatan dan nilai produksi, seperti:
PDB, pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, dan distribusi pendapatan.
(2) Berdasarkan investasi: tingkat investasi, jumlah
PMA (Penanaman Modal Asing) dan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri), dan jumlah
FDI (Foreign Direct Investment) yaitu investasi langsung oleh pihak asing.
(3) Berdasarkan kemiskinan dan pengentasannya: jumlah
penduduk miskin, garis kemiskinan Sayogyo yang diadopsi oleh BPS (setara beras
320 kg di desa dan 480 di kota), tingkat kecukupan pangan (2100 kilokalori
intake), tingkat kecukupan 52 jenis komoditas pangan, tingkat pemenuhan
kebutuhan dasar sembilan bahan pokok (BPN), Poverty Gap dan Severity Index,
serta metode RAO (16 kg beras dikali 1,25 kemudian dibagi dengan rata-rata
rasio pangan terhadap pengeluaran total).
(4) Berdasarkan keadaan sosial kemasyarakatan dan
kelestarian lingkungan: tingkat pendidikan (untuk berbagai level dan
kombinasinya), tingkat kesehatan (meliputi kesehatan ibu dan anak dan akses
kepada fasilitas hidup yang sehat), tingkat dan kualitas lingkungan (meliputi
tingkat pencemaran berbagai aspek, tingkat keruasakan hutan, tingkat degradasi
lahan dan seterusnya.
Dalam pengukuran keberhasilan pembangunan ini ada
ukuran single dimension (dimensi tunggal) dan adapula yang multi dimension
(dimensi ganda). Dimensi tunggal adalah ukuran pembangunan yang hanya
memperhatikan satu dimensi pembangunan saja dalam penyusunan indikatornya,
sedangkan dimensi ganda adalah ukuran keberhasilan pembangunan yang indikator-indikatornya
memadukan berbagai dimensi secara integral. Contoh ukuran keberhasilan
pembangunan multi dimensi adalah indikator pembangunan manusia atau Human
Development Index (HDI) dari World Bank. Indikator-indikator yang digunakan
dalam HDI adalah: tingkat harapan hidup bayi, tingkat literasi orang dewasa,
rasio partisipasi sekolah dasar dan lanjutan dan PDB per kapita.
Indikator-indikator ini masing-masing diberikan indeks dan selanjutnya
digabungkan menjadi indeks pembangunan manusia
D. Kebijakan investasi Mempengaruhi
Pembangunan Ekonomi
Pertumbuhan
ekonomi adalah bagian dari pembangunan sebuah Negara, bias dikatakan sebagai
salah satu indicator penting untuk menjelaskan bahwa suatu Negara itu
mampu secara financial atau sejahtera. Keberhasilan tidak akan terlihat tanpa
adanya hasil riil berupa pertumbuhan dari sesuatu yang dibangun oleh pemerintah
di bidang ekonomi, begitu juga tanpa pertumbuhan ekonomi maka pembangunan suatu
negara tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Pada kondisi ini, pertumbuhan
ditandai dengan masuknya dana kedalam sisitem ekonomi suatu Negara. Begitu juga
dengan pengalaman Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini sesudah
terjadinya masa krisis ekonomi pada tahun 1998. Kondisi tersebut bukan hanya
merusak sistem ekonomi yang terbangun selama dekade sebelumnya tetapi juga
aspek lain seperti politik, hukum, dan pemerintahan. Kita dihadapkan pada
banyak pilihan yang sebenarnya tidak mengijinkan kita memilih atas kehendak dan
keinginan sendiri. Kondisi ini menandakan bahwa posisi tawar kita tidak
menguntungkan baik secara internal maupun eksternal. Secara sederhana,
Indonesia memerlukan dan dan dukungan finansial yang besar untuk bisa membangun
kembali apa yang sudah hancur dan mempertahankan yang masih ada. Sejumlah
pemikiran untuk perbaikan pun sudah digulirkan, sampai akhirnya pemerintah
mengambil pilihan untuk memberikan sebagian hak dan wewenang tersebut kepada
lembaga-lembaga finansial internasional dan sejumlah negara lain. Sebenarnya
apa yang dibutuhkan? Sederhana, Indonesia memerlukan ‘dana baru’ dalam bentuk
investasi. Mengapa harus investasi? Karena secara perhitungan ekonomi saat itu
Indonesia tidak mempunyai ‘saving’ atau tabungan untuk meredam gejolak ekonomi
saat itu. Oleh karena itu, salah satu cara yang ditempuh adalah dengan bantuan
lembaga finansial internasional dan mengundang sejumlah investor untuk mulai
menanamkan modalnya di Indonesia. Lantas, bila sejumlah dana sudah bisa ditarik
masuk ke dalam dan kepercayaan terhadap kondisi ekonomi Indonesia sudah pulih,
apakah hal itu sudah menjadi bukti bahwa kita sudah berada pada level yang
aman? atau apakah status sebagai negara miskin/terbelakang sudah lepas dari
kita? ternyata tidak demikian, karena sejumlah konsep mengatakan bahwa
kesejahteraan sebuah negara tidak bisa hanya diukur dengan jumlah dana yang
terserap, peningkatan GDP, atau kurs mata uang yang menguat, tetapi perubahan
kehidupan masyarakatnya. Hal ini pun tidak bisa dinafikan. Begitu pentingnya
peran dan dukungan dari investasi terhadap kelanjutan pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia sangat disadari betul oleh pemerintah. Sebab
sejumlah proyek infrastruktur membutuhkan dukungan dana yang besar, bukan hanya
infrastruktur ekonomi tetapi juga infrastruktur bidang sosial dan kehidupan
masyarakat. Peran serta dan dukungan non materiil pun dibutuhkan, di semua
level pemerintahan pusat dan daerah, serta di semua level masyarakat kota dan
pedesaan. Permasalahan yang muncul kemudian adalah perubahan dan perbaikan
tidak hanya bisa digantungkan pada besarnya dana yang masuk tetapi juga
kesiapan/kualitas internal. Peran pemerintah baik pusat maupun daerah sangat
penting, ‘nilai jual’ daerah terhadap investor sangat ditentukan oleh kondisi
daerah dan nasional. Kondisi yang dimaksud adalah kualitas SDM pemerintah,
manajemen pelayanan, kualitas masyarakat, fasilitas dan kemudahan yang
diberikan, serta stabilitas politik dan penegakan hukum. Sinkronisasi arah dan
kehendak dari pemerintah pusat dan daerah pun mutlak diperlukan. Daerah dengan
wewenang dan keinginannya pun tidak bisa dikesampingkan begitu saja, sebaliknya
peran pemerintah pusat pun sebagai koordinasi sentral pun perlu ditegaskan
kembali. Berdasarkan hal-hal diatas perlu kiranya untuk menyimak kembali
kondisi kebijakan investasi yang dijalankan oleh pemerintah selama ini,
berkaitan dengan tujuan perbaikan dan perubahan perekonomian Indonesia beserta
sejumlah permasalahan yang mengikutinya.
E. Konsep dan Tujuan Pembangunan
Secara Umum
Arah dan tujuan
suatu negara tidak bisa dilepaskan dari konsep pembangunan yang dirancangnya.
Istilah pembangunan tetap dan masih akan menjadi aspek penting dalam merancang
setiap kebijakan pemerintah. Konsep pembangunan yang dirancang setidaknya bukan
hanya menonjolkan keberhasilan ekonomi sebagai faktor yang dominan tetapi juga
memasukkan faktor lain yang tidak bisa diabaikan. Faktor-faktor yang mendukung
tersebut berupa perbaikan pada bidang pendidikan, pengurangan tingkat
kemiskinan, tingkat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat, serta masih banyak
faktor lain. Mudrajad Kuncoro setidaknya menjelaskan hal diatas sebagai apa
yang disebut ‘indikator kunci pembangunan’. Selain itu pula proses pembangunan
yang dijalankan bukan hanya dilihat dari segi fisik (physical result) tetapi
juga harus membawa sejumlah perubahan (growth with change) yang sifatnya non
material. Setidaknya ada 3 perubahan yang perlu terjadi dalam proses
pembangunan, yaitu perubahan struktur ekonomi (misalnya dari pertanian kepada
industri lalu ke bidang jasa), perubahan kelembagaan (misalnya reformasi
birokrasi dan SDM), dan perubahan kenaikan pendapatan perkapita (GNP riil
dibagi jumlah penduduk). Indikator kunci yang dimaksud di atas adalah indikator
ekonomi dan indikator sosial. Beberapa variabel yang masuk dalam indikator
ekonomi antara lain GNP perkapita dan laju pertumbuhan ekonomi, sedangkan
variabel dalam indikator social antara lain Human Development Index dan
(Physical Quality Life Index) Indeks Mutu hidup Bahkan indicator-indikator ini
digunakan sebagai acuan terhadap pengelompokkan Negara tersebut dalam kaitannya
dengan sistem ekonomi global. Namun kenyataan yang terjadi tidak bisa
disederhanakan dengan hanya mengandalkan kedua indikator tersebut, sebab
sebenarnya proses pembangunan yang berjalan bersifat kompleks. Ada sejumlah
permasalahan baru dan laten yang tidak bisa diselesaikan begitu saja, bahkan
untuk memetakan permasalahannya juga cukup sulit. Permasalahan tersebut bisa
berasal dari pemerintah sendiri sebagai pelaksana dan penggagas pembangunan,
juga dari sector swasta atau masyarakat sendiri. Bahkan dipercaya bahwa
pembangunan sudah gagal untuk bisa menjadi jawaban dalam memperbaiki
permasalahan-permasalahan laten seperti kemiskinan dan keterbelakangan.
Dikatakan bahwa pertumbuhan (pembangunan) semata tidak banyak menyelesaikan
persoalan dan kadang-kadang mempunyai akibat yang tidak menguntungkan.
BahkanTodaro mengatakan bahwa pembangunan adalah proses multidimensi yang
mencakup perubahan-perubahan penting dalam struktur social, sikap-sikap rakyat
dan lembaga-lembaga nasional, dan juga akselerasi pertumbuhan ekonomi,
pengurangan kesenjangan (inequality) dan pemberantasan kemiskinan absolut
(Bryant,1989). Dapat dimengerti bahwa pembangunan bukanlah konsep statis
melainkan dinamis dan merupakan proses tiada akhir. Bila kita berkaca dari hal
diatas, maka apa yang dialami oleh Indonesia tidak jauh berbeda. Isu-isu yang
diangkat seputar pembangunan yang dijalankan adalah pengentasan kemiskinan,
peningkatan daya beli dan pendapatan masyarakat, penurunan tingkat
pengangguran, dan hal-hal lainnya. Oleh karena itu sudah pasti bahwa pemerintah
perlu merancang konsep dan arah pembangunan apa yang menjadi pilihan kita
kedepan. Sejumlah pihak mengatakan bahwa konsep ekonomi kita berbeda dengan
negara lain di dunia. Kita mengenal adanya sistem ekonomi Pancasila, sebagian
lagi memasukkan istilah ekonomi kerakyatan. Namun semua itu pada prinsipnya
bermuara pada kepentingan dan perbaikan dalam kehidupan masarakat. Setidaknya
ada beberapa karakteristik dari ekonomi Pancasila atau pun kerakyatan tersebut
yang diberikan oleh penggagasnya. Dengan mengutip pendapat Mubyarto bahwa ciri
dari sistem ekonomi Pancasila adalah roda perekonomian digerakkan oleh
rangsangan ekonomi, social dan moral, kehendak kuat untuk pemerataan,
nasionalisme menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi, koperasi merupakan
sokoguru, dan imbangan yang tegas antara perencanaan di tingkat nasional dan
desentralisasi (Kuncoro,1997). Saat ini kita mengetahui penjabaran konsep dan
arah pembangunan melalui beberapa kebijakan yang dijalankan pemerintah. Salah
satu kebijakan yang ada tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Setidaknya
ada dua peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang permbangunan secara
makro yaitu UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan nasional (Propenas)
2000-2004 dan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional. Selain itu dapat dilihat dalam peraturan perundang-undangan yang
bersifat sektoral. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah sudah membuat RPJP
(Rencana Pembangunan Jangka Panjang) nasional, yang diharapkan nantinya itu
akan menjadi arah dan acuan bagi kebijakan pembangunan ke depan. RPJP tersebut
kemudian direalisasikan kedalam bentuk RPJM (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah) nasional yang kemudian diterjemahkan lagi menjadi RKP (Rencana Kerja
Pemerintah) yang sifatnya tahunan. Dalam Rancangan terakhirnya pemerintah
melalui Bappenas sudah menyusun bebrerapa hal pokok yang menjadi sasaran
pembangunan ekonomi Untuk 20 tahun kedepan.
Sasaran tersebut adalah
• Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh dimana
pertanian (dalam arti luas) dan pertambangan menjadi basis aktivitas ekonomi
yang menghasilkan produk-produk secara efisien dan modern, industri manufaktur
yang berdaya saing global menjadi motor penggerak perekonomian, dan jasa
menjadi perekat ketahanan ekonomi.
• Pendapatan perkapita pada tahun 2025 mencapai
sekitar US$ 6000 dengan tingkat pemerataan yang relatif baik dan jumlah
penduduk miskin tidak lebih dari 5 persen.
• Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat
aman dan dalam kualitas gizi yang memadai serta tersedianya instrumen jaminan
pangan untuk tingkat rumah tangga.
Kelanjutan operasionalisasi dari RPJM 2004-2009 yang
diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 dan kemudian diwujudkan
dalam bentuk RKP Pemerintah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20
tahun 2004 dan Perpres 19 tahun 2006 sebagai peraturan pelaksana. Fungsi dari
RPJM adalah menjadi pedoman umum bagi pemerintah pusat (diwakili oleh
kementrian dan lembaga) serta pemerintah daerah dalam menyusun rencana kerjanya
masing-masing.
*** Pertumbuhan Ekonomi
A. PENGERTIAN PERTUMBUHAN EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi
kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi
perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan
outputriil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan
ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi
menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang.
B. PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KENAIKAN PRODUKTIVITAS
Sementara negara-negara miskin berpenduduk padat dan
banyak hidup pada taraf batas hidup dan mengalami kesulitan menaikkannya,
beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, negara-negara Eropa
Barat, Australia, Selandia Baru, dan Jepang menikmati taraf hidup tinggi dan
terus bertambah.Pertambahan penduduk berarti pertambahan tenaga kerja serta
berlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang mengakibatkan kenaikan output
semakin kecil, penurunan produk rata-rata serta penurunan taraf hidup.
Sebaliknya kenaikan jumlah barang-barang kapital, kemajuan teknologi, serta
kenaikan kualitas dan keterampilan tenaga kerja cenderung mengimbangi
berlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang. Penyebab rendahnya
pendapatan di negara-negara sedang berkembang adalah berlakunya hukum
penambahan hasil yang semakin berkurang akibat pertambahan penduduk sangat
cepat, sementara tak ada kekuatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi berupa
pertambahan kuantitas dan kualitas sumber alam, kapital, dan kemajuan
teknologi.
C. KEBIJAKAN DAN PERILAKU
PEMERINTAH YANG MEMPERNGARUHI KEPUTUSAN INVESTASI
Permasalahan-permasalahan tersebut harus secepatnya
dibenahi melalui kebijakan yang nyata dan efektif. Kebijakan investasi yang
dikeluarkan pemerintah tidak akan berjalan tanpa rentetan kebijakan lainnya
yang mendukung. Selain itu penyelesaian permasalahan dalam ijin, perdagangan,
dan konflik kepentingan antara pemerintah dan investor membutuhkan penyelesaian
secepatnya. Kelemahan institusi pengadilan kita dalam mengadili kasus
perdagangan perlu dibenahi. Akibat yang terjadi adalah penyelesaian menjadi
lambat dan kepastian aturan hukum yang digunakan juga beragam. Sedangkan
D. PERMINTAAN AGREGRATIF DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
Pada gambar ini dianggap bahwa tingkat PNN kesempatan
kerja penuh pada thaun 1998 A sebesar 26 trilyun rupiah dan skedul permintaan
agregratifnya adalah C+I+C1 hingga tingkat PNN kesempatan kerja penuh dapat
dicapai karena sama dengan tingkat pendapatan keseimbangannya.Misalkan terjadi
pertumbuhan kapasitas produksi akibat adanya pertambahan sumber-sumber
pertumbuhan ekonommi hingga tingkat PNN kesempatan kerja penuh pada tahun
berikutnya yaitu pada tahun 1998 B menjadi 27 trilyun rupiah atau kenaikan
sebesar kira-kira 4% dalam output riil.Agar potensi produksi total dapat
direalisasikan maka permintaan agregratif harus naik dengan laju pertumbuhan
yang cukup untuk memelihara tingkat kesempatan kerja penuh.Karenanya permintaan
agregratif harus bergeser keatas menjadi C+I+C2. Bila tidak atau naik secara
lebih kecil maka kenaikan kapasitas produksi tak dapat direalisasikan dan
dimanfaatkan.Gambar ini menunjukkan aspek penciptaan pendapatan oleh komponen
pengeluaran investasi neto.
E. TEORI DAN MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI
Dalam zaman ahli ekonomi klasik, seperti Adam Smith
dalam buku karangannya yang berjudul An Inguiry into the Nature and Causes of
the Wealt Nations, menganalisis sebab berlakunya pertumbuhan ekonomidan factor
yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Setelah Adam Smith, beberapa ahli ekonomi
klasik lainnya seperti Ricardo, Malthus, Stuart Mill, juga membahas masalah
perkembangan ekonomi .
Teori Inovasi Schum Peter
Pada teori ini menekankan pada faktor inovasi
enterpreneur sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi kapitalilstik.Dinamika
persaingan akan mendorong hal ini.
Model Pertumbuhan Harrot-Domar
Teori ini menekankan konsep tingkat pertumbuhan
natural.Selain kuantitas faktor produksi tenaga kerja diperhitungkan juga
kenaikan efisiensi karena pendidikan dan latihan.Model ini dapat menentukan
berapa besarnya tabungan atau investasi yang diperlukan untuk memelihar tingkat
laju pertumbuhan ekonomi natural yaitu angka laju pertumbuhan ekonomi natural
dikalikan dengan nisbah kapital-output.
Model Input-Output Leontief.
Model ini merupakan gambaran menyeluruh tentang aliran
dan hubungan antarindustri. Dengan menggunakan tabel ini maka perencanaan
pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan secara konsisten karena dapat diketahui
gambaran hubungan aliran input-output antarindustri. Hubungan tersebut diukur
dengan koefisien input-output dan dalam jangka pendek/menengah dianggap konstan
tak berubah .
Model Pertumbuhan Lewis
Model ini merupakan model yang khusus menerangkan
kasus negar sedang berkembang banyak(padat)penduduknya.Tekanannya adalah pada
perpindahan kelebihan penduduk disektor pertanian ke sektor modern kapitalis
industri yang dibiayai dari surplus keuntungan.
Model Pertumbuhan Ekonomi Rostow
Model ini menekankan tinjauannya pada sejarah
tahp-tahap pertumbuhan ekonomi serta ciri dan syarat masing-masing. Tahap-tahap
tersebut adalah tahap masyarakat tradisional, tahap prasyarat lepas landas,
tahap lepas landas, ahap gerakan ke arah kedewasaan, dan akhirnya tahap
konsimsi tinggi.
0 komentar:
Posting Komentar